Dasar-dasar Melakukan Segmentasi
Dalam melakukan segmentasi pasar, beberapa pemasar mencoba memilah-milah segmen dengan mengamati karakteristik konsumen. Mereka biasanya menggunakan ciri-ciri geografis, demografis, cohort, dan psikografis. Kemudian, mereka melihat apakah segmen-segmen tersebut menunjukkan respons yang berbeda terhadap suatu produk.
Pemasar yang lain mencoba memilah-milah segmen berdasarkan perilaku atau respons konsumen terhadap suatu produk, seperti manfaat yang diinginkan, waktu penggunaan, alasan penggunaan, dan kesetiaan. Setelah peta segmen kelihatan jelas, pemasar perlu melihat lebih dalam lagi apakah karakteristik konsumen yang berbeda tersebut juga terjadi dalam setiap segmen. Sebagai contoh, pemasar dapat menguji apakah orang yang menginginkan kualitas vs harga murah dalam membeli mobil berbeda secara geografis, demografis dan psikografis mereka.
Secara terperinci, variabel-variabel yang dapat digunakan dalam melakukan segmentasi pasar adalah sebagai berikut.
1. Segmentasi Geografis
Dalam segmentasi geografis pasar dikelompokkan ke dalam unit-unit geografis yang berbeda, seperti desa, kota, wilayah, provinsi, negara, iklim. Para penganut segmentasi geografis percaya bahwa setiap wilayah memiliki karakter yang berbeda dengan wilayah lainnya. Oleh karena itu, para pemasar merasa perlu mengelompokkan wilayah berdasarkan persamaan karakteristiknya. Misalnya, masyarakat yang tinggal di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, dianggap memiliki karakteristik yang sama. Beberapa masyarakat yang tinggal di pedesaan juga dianggap memiliki karakteristik yang sama. Jadi, masyarakat yang tinggal di pedesaan di Kabupaten Madiun dianggap mempunyai karakteristik sama dengan masyarakat di pedesaan di daerah Kabupaten Kediri. Masyarakat elit yang tinggal di kawasan Pondok Indah Jakarta, akan mempunyai karakteristik sama dengan masyarakat elit di daerah Darmo, Surabaya.
Dalam segmentasi berdasarkan variabel geografis ini, pemasar dapat memutuskan untuk beroperasi dalam satu atau beberapa wilayah geografis atau beroperasi dalam seluruh wilayah geografis namun memberikan perbedaan sesuai kekhasan, kebutuhan dan preferensi sesuai dengan kondisi geografis tersebut. Misalnya Rumah Makan Gudeg X asal Yogyakarta yang beroperasi di daerah Jakarta merubah menu gudegnya dengan mengurangi rasa manis karena masyarakat Jakarta tidak menyukai gudeg yang manis.
2. Segmentasi Demografis
Dalam segmentasi demografis, pasar dipilah-pilah menjadi beberapa segmen berdasarkan variabel-variabel demografis, seperti usia, jenis kelamin, penghasilan, agama, pendidikan. Para penganut segmentasi ini percaya bahwa variabel-variabel demografis, seperti usia, penghasilan, pendidikan, kelas sosial, generasi (cohort) terkait erat dengan keinginan atau preferensi masyarakat terhadap suatu produk. Sebagai contoh, bayi membutuhkan popok, susu bayi, pakaian bayi. Anak sekolah membutuhkan buku tulis, buku pelajaran, seragam sekolah. Wanita dewasa membutuhkan kosmetik, salon perawatan muka, majalah wanita. Mahasiswa membutuhkan buku teks, jurnal-jurnal ilmiah, tempat kos.
Segmentasi dengan menggunakan variabel demografis ini cepat populer karena relatif mudah dan biayanya murah. Untuk menerapkannya, seorang pemasar dapat menggunakan data dari Biro Pusat Statistik (BPS), data statistik yang ada di Kecamatan, Kabupaten. Melalui data tersebut kita dapat mengetahui berapa penduduk yang berjenis kelamin pria, wanita, berapa penghasilan mereka, berapa jumlah anak-anak balita.
Melengkapi uraian dalam BMP Manajemen Pemasaran (EKMA 4216), dalam modul ini kami akan menjelaskan lebih rinci beberapa variabel yang dapat digunakan dalam melakukan segmentasi demografis, yakni variabel-variabel usia, gender (jenis kelamin), penghasilan, suku, ras atau agama.
Usia. Biasanya penduduk digolongkan menurut usia anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Namun, penggolongan ini masih dianggap terlalu luas. Anak-anak masih dapat dibagi lagi ke dalam anak-anak balita dan anak-anak yang duduk di sekolah dasar. Masing-masing kelompok, mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sehingga dalam menyusun program pemasaran, perusahaan harus jeli melihat perbedaan usia ini. Perusahaan susu bubuk membagi segmen produknya menjadi beberapa segmen misalnya usia 0-6 bulam, usia 1 tahun, 1-3 tahun, di atas 6 tahun, dewasa dan manula.
Gender (Jenis Kelamin). Segmentasi berdasarkan jenis kelamin sudah lama diterapkan dalam praktik pemasaran, misalnya dalam melakukan segmentasi produk pakaian, sepatu, majalah, kosmetik dan sebagainya. Kita mengenal majalah Femina yang ditujukan untuk wanita dewasa. Majalah Gadis untuk remaja, Majalah Matra untuk pria dewasa. Produk deodoran dan parfum juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Tidak semua produk dapat dibedakan dengan variabel gender atau jenis kelamin, misalnya buku pelajaran sekolah, televisi, dan sebagainya.
Penghasilan. Para pemasar perlu memperhatikan aspek penghasilan dalam merancang program pemasarannya. Untuk beberapa kasus, variabel penghasilan relevan dalam membedakan kelompok masyarakat. Pemasar dapat menentukan apakah ingin memasarkan produk untuk masyarakat berpenghasilan tinggi, menengah atau bawah. Toyota memproduksi mobil merek Lexus dan Alphard untuk yang berpendapatan tinggi. Selain itu Toyota juga memproduksi mobil merek Vios untuk yang berpenghasilan menengah. .
Daur Hidup Keluarga (Family Life Cycle). Dalam segmentasi berdasarkan variabel daur hidup keluarga, masyarakat dikelompokkan menurut tahapan yang dicapai seseorang dalam life cycle atau daur hidup keluarganya. Misalnya, tahap bujangan (single), baru menikah, tetapi belum mempunyai anak, menikah mempunyai anak balita, menikah mempunyai anak berusia remaja, tahap usia tua dengan anak-anak yang sudah mandiri, tahap usia pensiun.
Setiap kelompok pada masing-masing tahap dalam daur hidup tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Anda dapat melakukan segmentasi berdasarkan daur hidup keluarga dengan memperhatikan kebutuhan masing-masing segmen tersebut dan menyesuaikannya dengan variabel-variabel lain seperti gaya hidup, kelas sosial, pendapatan dan sebagainya. Misalnya kelompok bujangan mempunyai kecenderungan menghasilkan sebagian besar penghasilannya untuk bersenang-senang. Tak pelak merekalah yang memenuhi tempat-tempat hiburan. Bagi kelompok keluarga muda yang baru menikah cenderung menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk menyewa rumah kontrakan, perabot rumah tangga, dan sebagainya. Bagi keluarga yang mempunyai anak sekolah akan menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk pendidikan anak. Sedangkan bagi kelompok pensiunan akan menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk memelihara kesehatannya.
Pekerjaan. Dalam segmentasi berdasarkan pekerjaan, konsumen dikelompokkan berdasarkan jenis pekerjaannya sebab konsumen yang mempunyai pekerjaan tertentu pada umumnya membutuhkan produk-produk tertentu yang berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya. Sebagai contoh, pekerjaan seorang dokter membutuhkan stetoskop, jarum suntik. Pekerjaan fotografer membutuhkan kamera.
Pendidikan. Pemasar dapat mengelompokkan konsumen menurut tingkat pendidikan. Tingginya tingkat pendidikan biasanya menentukan kelas sosial dan pendapatan seseorang. Oleh karena itu, pemasar perlu memperhatikan aspek pendidikan dalam memasarkan produknya. Lulusan SMP dan lulusan sarjana membutuhkan jenis bacaan yang berbeda. Untuk lulusan sarjana saja tentu membutuhkan jenis bacaan yang agak berbobot yang memerlukan pemikiran dan analisis yang lebih tinggi.
Agama. Saat ini segmentasi berdasarkan agama sudah mulai digunakan dalam memasarkan suatu produk. Sebagai contoh surat kabar Republika dan Majalah Zabili ditujukan untuk segmen beragama Islam. Implementasi segmentasi berdasarkan agama ini harus dilakukan secara hati-hati karena tidak setiap produk dapat menggunakan cara segmentasi ini. Sebagai contoh adalah kegagalan mie instan Karomah yang saat itu membidik segmen beragama Islam. Namun ternyata simbol agama yang melekat pada produk mie instan tersebut dianggap tidak relevan bagi pasar sasaran. Segmentasi berdasarkan agama hanya dapat diimplementasikan pada produk-produk tertentu yang pasarnya sangat sensitif terhadap simbol-simbol agama.
Suku. Seperti halnya segmentasi berdasarkan agama, segmentasi berdasarkan suku juga harus dipahami oleh para pemasar di Indonesia. Negara kita terdiri dari berbagai suku, di mana masing-masing suku mempunyai ciri khas masing-masing. Suku-suku tertentu mempunyai biasanya mempunyai ciri-ciri tersendiri dalam aspek-aspek tertentu, misalnya makanan atau budaya . Oleh karena itu, pemahaman segmentasi berdasarkan suku perlu menjadi perhatian. Misalnya, lagu-lagu jenis campursari disukai masyarakat suku Jawa.
3. Segmentasi Generasi (Cohort)
Kini semakin banyak pemasar yang mulai memperhatikan segmentasi berdasarkan generasi (cohort). Kosakata cohort biasanya digunakan dalam ilmu kependudukan, yakni untuk mendefinisikan suatu generasi. Misalnya, cohort 45, berarti generasi yang dilahirkan sekitar tahun 1945. Cohort komputer, merupakan generasi yang dilahirkan antara tahun 1961(1970. Cohort internet, menunjukkan generasi yang lahir setelah 1970. Cohort MTV, menunjukkan kelompok masyarakat yang lahir sesudah tahun 1985 yang gaya hidupnya dipengaruhi oleh stasiun televisi MTV.
Pengelompokan ke dalam generasi ini tentu ada dasar dan tujuannya, yakni untuk meramalkan perilaku dan pandangan hidup yang dianut masing-masing generasi tersebut. Mengapa demikian, karena masing-masing cohort tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, dan hal ini berimplikasi pada perilaku pembelian. Misalnya cohort 45 mempunyai karakteristik disiplin yang tinggi, patriotik.
Sedangkan cohort komputer bersifat lebih terbuka, lebih kosmopolitan, menghargai persaingan. Mengampanyekan program pemasaran untuk masing-masing generasi jelas memerlukan strategi yang berbeda. Kita tidak dapat lagi menggunakan jargon-jargon era kemerdekaan untuk membangkitkan semangat kenegaraan bagi generasi MTV. Kenapa demikian, karena generasi MTV mempunyai jargon-jargon sendiri bagaimana cara mencintai negara ini.
4. Segmentasi Psikografi
Konsumen memang dapat dibedakan menurut karakteristik geografi atau demografi. Namun, adakalanya pengelompokan berdasarkan geografi dan demografi tidak cukup. Kelompok konsumen yang mempunyai karakteristik geografi dan demografi yang sama, ternyata mempunyai keinginan atau gaya hidup yang berbeda-beda. Eksekutif muda yang sama-sama tinggal di Jakarta, mempunyai banyak variasi dalam mengisi waktu luangnya. Ada yang suka nongkrong di café, ada yang suka berkumpul dengan keluarga, ada yang suka keluar kota bersama teman-temannya, dan sebagainya. Oleh karena itu, segmentasi berdasarkan variabel geografis dan demografis saja tidak cukup. Kita memerlukan segmentasi yang lebih tajam lagi, yaitu segmentasi psikografis. Segmentasi psikografis adalah pengelompokan masyarakat berdasarkan gaya hidup dan kepribadian.
Gaya hidup (life style) merupakan cerminan bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya yang dinyatakan dalam aktivitas, minat, dan opini mereka. Sebagai gambaran, Susianto (1993), peneliti dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia telah mengidentifikasi gaya hidup anak muda di Indonesia ke dalam beberapa segmen, yaitu sebagai berikut.
- a. Hura-hura. Kelompok ini senang hura-hura, dalam arti tidak hirau pada hal-hal yang serius.
- b. Hedonis. Kelompok ini banyak mengarahkan aktivitasnya untuk mencari kenikmatan hidup.
- c. Anak Rumahan. Kelompok ini adalah anak muda atau remaja yang lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dan biasanya mereka kurang bergaul. Mereka berorientasi pada keluarga dan hati-hati dalam menggunakan uang sakunya.
- d. Sportif. Kelompok ini merupakan anak muda yang suka berolahraga.
- e. Tipe Kebanyakan. Kelompok ini merupakan tipe kelompok yang umum/kebanyakan yang sering ditemui. Mereka agak berhati-hati dalam berperilaku, kurang berani menjadi inisiator.
- f. Tipe Untuk Orang Lain. Kelompok ini peka terhadap kebutuhan orang lain, berjiwa sosial, suka melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi sesama dan lebih mengutamakan kebersamaan dalam keluarga.
- Dengan mengetahui berbagai gaya hidup anak remaja tersebut, akan membantu para pemasar dalam mengembangkan programnya secara lebih baik.
5. Segmentasi Perilaku
Dalam segmentasi perilaku, konsumen dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan pengetahuan, sikap, pemakaian atau respons mereka terhadap suatu produk. Dalam hal ini pemasar meyakini bahwa variabel-variabel perilaku seperti manfaat, kejadian, status pemakai, tingkat pemakaian, tingkat kesetiaan merupakan variabel yang baik dalam membentuk segmen pasar. Untuk memahami penggunaan variabel manfaat, kejadian, status pemakai, tingkat pemakaian, dan tingkat kesetiaan, berikut kami berikan contoh-contoh pemanfaatan variabel tersebut dalam segmentasi pasar.
a. Segmentasi Berdasarkan Manfaat yang Diperoleh Konsumen (Benefit Segmentation).
Segmentasi ini mengelompokkan konsumen berdasarkan manfaat yang dicari konsumen dari suatu produk. Misalnya, kita akan memasarkan pasta gigi. Dalam hal ini, mungkin ada beberapa kelompok konsumen yang berbeda-beda.
Pertama, kelompok konsumen yang memilih pasta gigi karena manfaatnya dalam mencegah kerusakan gigi.
Kedua, kelompok konsumen yang memilih pasta gigi karena manfaatnya dalam menyegarkan napas.
Ketiga, kelompok konsumen yang memilih pasta gigi karena manfaatnya dalam membunuh bakteri.
b. Segmentasi Berdasarkan Kejadian.
Konsumen dapat dikelompokkan berdasarkan kejadian (event) pada saat mereka mengembangkan keinginan/ kebutuhan atau ketika membeli suatu produk.
Misalnya, pada kejadian kematian, konsumen membutuhkan jasa pemakaman jenazah, batu nisan, karangan bunga Ketika ada kejadian (event) ulang tahun, konsumen membutuhkan kado ulang tahun, roti tart.
Berdasarkan kejadian-kejadian tersebut, kita dapat mengembangkan usaha pengelola jasa kematian, event organizer acara ulang tahun.
c. Status Pemakai.
Dalam hal ini, masyarakat dikelompokkan ke dalam kategori bukan pemakai, mantan pemakai, pemakai pertama kali, pemakai tetap, pemakai potensial. Dalam kampanye donor darah, Palang Merah Indonesia (PMI) tidak dapat hanya mengandalkan donor tetap.
PMI seharusnya mulai menoleh pada orang yang donor pertama kali, mantan donor yang sekarang tidak aktif. Dengan adanya pertambahan jumlah donor baru maka PMI tidak akan kekurangan darah.
d. Segmentasi Berdasarkan Pemakaian Produk (Product Usage). Beberapa produk dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat pemakaian konsumennya. Sebagai konsumen dikelompokkan ke dalam kategori: pemakai berat (heavy users), pemakai sedang (medium users), pemakai ringan (light users), dan bukan pemakai (non-users). Perokok dapat dikelompokkan berdasarkan kriteria tersebut. Ada perokok berat yang mampu menghisap rokok lebih 2 pak setiap hari, perokok sedang yang mengonsumsi rokok 12 pak setiap hari, perokok ringan yang hanya mengonsumsi kurang dari 1 (satu) pak setiap hari, dan mereka orang bukan perokok. Bagi perusahaan rokok tentu saja akan mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan mengarahkan usaha pemasarannya pada pemakai berat.
e. Segmentasi Berdasarkan Tingkat Kesetiaan (loyalitas). Masyarakat/ konsumen dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat kesetiaannya terhadap suatu produk. Misalnya ada lima merek shampo, yaitu A, B, C, D, dan E. Masyarakat dapat dibagi ke dalam empat kelompok menurut status kesetiaan mereka :
- Sangat Setia: Dalam konteks contoh di atas maka pola pilihan shampo yang menjadi pilihannya adalah A, A, A, A, A, A. Jadi, mereka tidak berpaling pada merek shampo lain.
- Kesetiaan yang Terbagi: Dalam konteks contoh di atas maka pola pilihan shampo yang menjadi pilihannya adalah A, A, B, B, A, A.
- Kesetiaan yang Berpindah: Dalam konteks di atas maka pola pilihan shampo yang menjadi pilihannya adalah A, A, A, B, B, B.
- Berganti-ganti: Dalam konteks contoh di atas maka pola pilihan shampo yang menjadi pilihannya adalah A, C, E, A, D, B.
Segmentasi berdasarkan tingkat kesetiaan ini perlu dipahami oleh para pemasar di mana produk yang ditawarkan sering mendapat gangguan oleh pendatang baru yang sering kali menawarkan berbagai program promosi yang menarik, seperti: pemberian hadiah, kupon, diskon, dan sebagainya sehingga konsumen menjadi tidak setia lagi. Begitu selesai promosi, konsumen tersebut kembali ke produsen sebelumnya. Konsumen seperti ini dapat dikategorikan sebagai konsumen yang setia.
Konsumen yang sangat setia adalah konsumen yang tidak terpengaruh oleh berbagai gangguan dari pihak pesaing. Kembali pada contoh di atas, walaupun konsumen tersebut dibujuk oleh beragam hadiah ataupun diskon, tetapi konsumen di atas tidak terpengaruh, maka dia dikategorikan sebagai konsumen yang sangat setia.
Sedangkan konsumen yang sangat tidak setia adalah konsumen yang selalu berganti-ganti atau tidak konsisten dalam mengadopsi suatu merek. Mereka selalu berpindah-pindah dari merek satu ke merek lainnya.
Posting Komentar